Rabu, 16 Februari 2011

1 Febi Keponakanku dan Desi Teman Kosnya (Part 2)

Cerita sebelumnya..
Febi Kepona.. (Part 1)

Febi langsung menerobos masuk, seperti biasa seolah tak pernah terjadi sesuatu, dengan manja Febi memelukku seperti layaknya seorang keponakan, kucium pipi kiri kanannya, hal yang biasa kami lakukan, tapi kali ini aku merasakan getaran yang tidak seperti biasanya, aku bisa merasakan tonjolan buah dadanya yang montok mengganjal di dadaku, padahal tak pernah terjadi sebelumnya. Dia langsung nyelonong masuk ke dalam.

"Om lagi mandi ya, malam ini Om harus traktir Febi dan temenin aku.. Mbak Desi!"
Belum sempat dia menyelesaikan kata katanya ketika melihat Desi di ranjang, melihat ke arahku lalu kembali lagi ke Desi. Kami tertangkap basah, tak ada lagi alasan untuk mengelak, aku diam seribu basa menunggu reaksi dari Febi. Sebelum aku tahu harus berbuat apa, Desi bangun dari ranjang, menutupi tubuh telanjangnya dengan selimut lalu menggandeng Febi ke kamar mandi, sekilas kulihat mukanya merona merah seperti orang marah. Kukenakan piyama yang ada dilemari menunggu kedua gadis itu, pasrah menerima nasib selanjutnya, meski tidak terlalu khawatir karena aku juga memegang kartunya Febi. Bel pintu kembali berbunyi ketika kedua gadis itu masih di kamar mandi, ternyata Room Service pesanan kami, mereka keluar sesaat setelah Waitress menutup pintu kamar. Bertiga kami makan dalam kebisuan setelah Desi mengenakan piyama yang sama denganku, dia berbagi makanan dengan Febi karena memang pesanan Cuma untuk kami berdua, tak ada kata yang terucap selama makan.

Aku tak berani membuka topik karena belum tahu bagaimana sikap mereka terhadap kejadian ini.
"Om, kita saling jaga rahasia ya, just keep among us, aku nggak keberatan Om sama Mbak Desi asal Om juga tidak cerita sama Mbak Lily tentang kejadian tadi siang" Febi membuka percakapan, aku merasakan lampu kuning mengarah hijau darinya.
Febi melanjutkan, "Karena tadi Om melihatku sama Doni, aku juga ingin melihat Om sama Mbak Desi" lanjutnya mengagetkan, aku tak tahu apa maunya anak ini.
"Terserah kamu Feb, toh aku juga udah biasa melihat kamu main sama pacar pacarmu" kata Desi lalu duduk dipangkuanku dengan sikap pamer.
Sebenarnya agak segan juga kalau harus melakukannya didepan keponakanku sendiri, tapi Sebelum aku protes, Desi sudah mendaratkan bibirnya di bibirku, tangannya menyelip diselangkanganku, meremas pen†sku dan mengocoknya. Mau tak mau Kubalas dengan lumatan di bibir dan remasan di buah dadanya, rasa seganku perlahan hilang berganti dengan birahi dan sensasi, Febi seakan tidak melihat kami, menghabiskan sisa makanan yang masih ada di atas meja. Kami saling melepas piyama hingga telanjang di depan Febi. Desi merosot turun diantara kakiku, menjilati dan mengulum kemaluanku. Terkadang kurasakan giginya mengenai batang pen†s tegangku, maklum masih pemula.

"Feb, lihat punya Om-mu, besar mana sama punya Doni" Desi memamerkan pen†s tegangku yang ada digenggamannya.
"Wow, gede banget" sahut Febi lalu memandang ke arahku.
"Bisa pingsan kamu kalau segede itu" lanjutnya dengan nada kagum
"Nggak tuh, enak lagi, coba aja sendiri" jawab Desi melanjutkan kulumannya, kulihat Febi menggeser duduknya melihat pen†sku keluar masuk mulut Desi seakan tak percaya kalau dia bisa melakukannya.
"Akhirnya berhasil juga mendapatkan Om-ku yang selama ini kamu kagumi" seloroh Febi mengagetkanku, Desi hanya tersenyum.
"Mau coba?" goda Desi sambil menyodorkan pen†sku ke Febi, aku diam saja menunggu reaksi keponakanku, tapi dia diam saja, Desi menjilati pen†sku seakan memamerkan ke Febi mainannya.

Febi menggeser lagi mendekati kami, Desi menuntun tangan Febi dan menyentuhkannya ke pen†sku, ada ke-ragu raguan di wajahnya untuk menyentuh pen†s Om-nya. Wajah putihnya bersemu merah ketika Desi menggenggamkan tangannya ke pen†sku, dia hanya menggenggam tanpa berani menggerakkan tangannya, memandang ke arahku seolah minta pendapat. Aku diam saja, hanya mengangguk kecil pertanda setuju. Perlahan keponakanku mulai meremas pen†sku, tangannya yang putih mulus sungguh kontras dengan pen†sku yang kecoklatan gelap, makin lama gerakannya berubah dari meremas lalu mengocok, sementara Desi masih asyik menjilati kepala pen†sku sambil mengelus kantong bola. Gerakan mereka mulai seirama, Febi mengocok keras ketika kepala pen†sku berada di mulut Desi, aku mendesah kenikmatan dalam permainan kedua gadis ini. Ketika Desi menjilati kantong bola, Febi kembali memandangku, kubalas dengan senyum dan anggukan, dia menundukkan kepalanya ke arah pen†sku, tapi sebelum sampai ke tujuannya Desi memotong.

"Kami sudah telanjang masak kamu masih pakai pakaian lengkap kayak orang mau kuliah, cepat copot gih" katanya kembali menjilat dan mengulum.
Febi terlihat ragu ragu untuk melepas pakaiannya dan telanjang di depanku, dia diam sejenak, aku menghindar ketika dia manatapku, meskipun sebenarnya aku sangat berharap dia melakukannya.
"Kok jadi bengong gitu, kenapa malu, kan Om-mu sudah melihatmu telanjang tadi dan lagian waktu kecil kan sering dimandiin, jadi kenapa risih" goda Desi
Akhirnya Febi tunduk pada godaan Desi, dia membalikkan badan membelakangiku sambil melepas kaos ketatnya, kulihat punggungnya yang mulus dengan hiasan bra hijau muda, bodynya sungguh menggetarkan tanpa timbunan lemak di perutnya, ketika jeans-nya dilepas, aku makin kagum dengan ke-sexy-annya, pantatnya padat membentuk body seperti gitar spanyol nan indah, baru sekarang aku menyadari betapa keponakanku tumbuh menjadi seorang gadis yang menawan, selama ini pengamatan seperti ini telah kulewatkan, aku hanya melihatnya sebagai seorang gadis kecil yang selalu manja, tapi tak pernah melihatnya sebagai seorang gadis cantik yang penuh gairah.

Darahku berdesir makin kencang saat Febi membalikkan badannya menghadapku, buah dadanya yang sungguh montok indah nian terbungkus bra satin, kaki bukitnya menonjol seakan ingin berontak dari kungkungannya, kaki Febi yang putih mulus berhias celana dalam hijau mini di selangkangannya menutupi bagian indah kewanitaannya. Febi menyilangkan tangannya di dadanya seakan menutupi tubuhnya dari sorotan mata nakalku.
"Alaa sok suci kamu, lepas aja BH-mu sekalian" Desi kembali menggoda tapi kali ini Febi tak menurutinya, dengan masih memakai bikini dia ikutan Desi mengeroyok selangkanganku, tangannya berebut dengan Desi mengocokku, kutarik tubuh Desi untuk duduk disampingku, aku ingin melihat saat pertama kali keponakanku menjilat dan mengulum pen†sku tanpa gangguan Desi.

Mula mula agak ragu dia menjilati kepala pen†sku tapi akhirnya dengan penuh gairah lidahnya menyusuri seluruh bagian kejantananku sebelum akhirnya memasukkan ke mulutnya yang mungil, aku mendesis penuh kenikmatan saat pertama kali pen†sku menerobos bibir dan mulut Febi, sungguh kenikmatan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya, kenikmatan yang bercampur dengan sensasi yang hebat, mendapat permainan oral dari keponakanku sendiri. pen†sku makin cepat meluncur keluar masuk mulut Febi. Diluar dugaanku ternyata Febi sangat mahir bermain oral, jauh lebih mahir dibandingkan Desi, sepertinya dia lebih berpengalaman dari sobat sekamarnya. Lidah Febi menari nari di kepala pen†sku saat berada di mulutnya, sungguh ketrampilan yang hanya dimiliki mereka yang sudah terbiasa, aku harus jujur kalau permainan oral keponakanku menyamai tantenya yaitu istriku. Begitu penuh gairah Febi memainkan pen†sku membuatku terhanyut dalam lautan kenikmatan, kepalanya bergerak liar turun naik diselangkanganku. Aku mendesah makin lepas dalam nikmat.

Desi kembali ke selangkanganku, kini kedua gadis bergantian memasukkan pen†sku ke mulutnya diselingi permainan dua lidah yang menyusuri kejantananku secara bersamaan, aku melayang makin tinggi. Desi memasang kondom, bentuknya unik berbeda dengan sebelumnya, dikulumnya sebentar pen†sku yang terbungkus kondom lalu dia naik ke pangkuanku, menyapukan ke vag†nanya dan melesaklah pen†sku menerobos liang kenikmatannya saat dia menurunkan badan.
"Aduuhh.. sshh.. gila Feb, punya Om-mu enak banget, penuh rasanya" komentarnya setelah pen†sku tertanam semua di liang vag†nanya.
Febi duduk di sebelahku melihat sahabatnya merasakan kenikmatan dari Om-nya, aku masih ragu untuk mulai menjamah tubuh Febi, selama ini yang kami lakukan hanya peluk dan cium dari seorang Om kepada keponakannya yang masih kecil, tapi kini aku harus melihatnya sebagai seorang gadis sexy yang menggairahkan. Belum ada keberanianku mulai menikmati tubuh sintal keponakanku, hanya memandang dengan kagum dan penuh hasrat gairah.
"aagghh.. uff.. Feb.. lepas dong bikinimu, kamu harus merasakan nikmatnya Om-mu" Desi ngoceh disela desahannya.

Sepertinya antara aku dan Febi saling menunggu, sama sama risih dan malu untuk mulai, ketika desahan Desi makin liar aku tak tahan lagi, kuraih kepala Febi dalam rangkulanku dan kucium bibirnya. Ada perasaan aneh ketika bibirku menyentuh bibirnya, perasaan yang tidak pernah kujumpai ketika berciuman dengan wanita manapun, mungkin hubungan batin sebagai seorang Om masih membatasi kami. Setelah sesaat berciuman agak canggung, akhirnya kami mulai menyesuaikan diri, saling melumat dan bermain lidah, jauh lebih bergairah dibanding dengan Desi atau lainnya, kami seolah sepasang kekasih yang sudah lama tidak bertemu. Kocokan Desi makin liar tapi lumatan bibir lembut Febi tak kalah nikmatnya.

Agak gemetar tanganku ketika mulai mengelus punggung telanjang Febi, dengan susah payah, meskipun biasanya cukup dengan tiga jari, aku berhasil melepas kaitan bra yang ada di punggung. Masih tetap berciuman kulepas bra-nya, tanganku masih gemetar ketika menyusuri bukit di dada Febi, begitu kenyal dan padat berisi, kuhentikan ciumanku untuk melihat keindahan buah dadanya, jantungku seakan berdetak 3 kali lebih cepat melihat betapa indah dan menantang kedua bukitnya yang berhiaskan puting kemerahan di puncaknya, I have no idea berapa orang yang sudah menikmati keindahan ini.

Desah kenikmatan Desi sudah tak kuperhatikan lagi, kuusap dan kuremas dengan lembut, kurasakan kenikmatan kelembutan kulit dan kekenyalannya, gemas aku dibuatnya. Febi menyodorkan buah dadanya ke mukaku, langsung kusambut dengan jilatan lidah di putingnya dan dilanjutkan dengan sedotan ringan, dia menggelinjang meremas rambutku. Belum puas aku mengulum puting Febi, Desi sudah turun dari pangkuanku, lalu kami pindah ke ranjang, Desi nungging mengambil mengambil posisi doggie, langsung kukocok dia dari belakang sambil memeluk tubuh sexy Febi. Kukulum puting kemerahannya untuk kesekian kalinya bergantian dari satu puncak ke puncak lainnya, Febi mendesis nikmat, inilah pertama kali kudengar desahan nikmat langsung darinya, begitu merangsang dan penuh gairah di telinga.

Tanpa kusadari, ternyata Febi sudah melepas celana dalamnya, aku kembali terkesima untuk kesekian kalinya, selangkangannya yang indah berhias bulu kemaluan yang sangat tipis, bahkan nyaris tak ada, sungguh indah dilihat. Gerakan pinggul Desi makin tak beraturan, antara maju mundur dan berputar, pen†sku seperti diremas remas di vag†nanya, sungguh nikmat, kali ini Desi bisa bertahan lebih lama. Kami berganti posisi, aku telentang diantara kedua gadis cantik ini dengan pen†s yang masih tegak tegang menantang.
"Feb, gantian, kamu harus coba nikmatnya Om-mu" Desi mempersilahkan Febi, tapi aku menolak dan minta Desi segera naik melanjutkannya.

Terus terang, jauh di lubuk hati ini masih menolak untuk bercinta atau bersenggama dengan Febi, aku masih harus berpikir panjang untuk bertindak lebih jauh dari sekedar oral, saat ini belum bisa menerima untuk melanjutkan ke senggama atau tidak, aku belum tahu. Desi kembali bergoyang pinggul di atasku, Febi kuberi isyarat untuk naik ke kepalaku, dia langsung mengerti, kakinya dibuka lebar di depan mukaku, terlihat dengan jelas vag†nanya yang masih kemerahan seperti daging segar, kepalaku langsung terbenam di selangkangannya, lidahku menyusuri bibir dan klitorisnya sambil meremas pantatnya yang padat, desahan Febi bersahutan dengan Desi. Seperti halnya Desi, kedua gadis ini menggoyangkan pinggulnya di atasku, vag†na Febi menyapu seluruh wajahku. Febi mendesah keras dan tubuhnya menegang ketika kusedot vag†nanya, hampir dia menduduki wajahku. Desi minta bertukar tempat, rupanya dia ingin mendapatkan kenikmatan seperti yang aku berikan ke keponakanku. Kini vag†na Desi yang basah tepat di atas mukaku, sementara Febi melepas kondom yang membalut pen†sku, membersihkan sisa cairan dari vag†na Desi dengan selimut lalu mulai menjilatinya.

Rasa asin dari vag†na Desi tak kuperhatikan, cairannya menyapu mukaku, sementara kemaluanku sudah mengisi rongga mulut Febi dengan cepatnya. Aku begitu asyik menikmati vag†na Desi dengan lidahku, tanpa kusadari Febi sudah mengambil posisi untuk memasukkan pen†sku ke vag†nanya, aku baru tersadar ketika Febi sudah naik di atas tubuhku dan menyapukan pen†sku ke bibir vag†nanya, aku harus mencegahnya, pikirku, karena masih belum memutuskan apakah harus melakukannya, hati kecilku masih belum menerima kalau aku bercinta dengan keponakanku sendiri.

"Febi, jangan", teriakku.
Tapi terlambat, pen†sku sudah meluncur masuk ke vag†na keponakanku tanpa kondom, sudah terjadi, ada rasa sesal meskipun sedikit sekali. Tapi rasa sesal segera berubah menjadi heran karena begitu mudahnya pen†sku menerobos liang vag†nanya, tidak seperti Desi yang cukup sempit dan kesakitan, tapi Febi sepertinya tidak ada rasa sakit sama sekali ketika vag†nanya terisi pen†sku yang berukuran 17 cm itu. Bahkan dia langsung mengocok dan menggoyang dengan cepatnya seolah tak ada halangan dengan ukuran pen†sku seperti yang dialami Desi. Goyangan pinggul Febi lebih nikmat dari Desi tapi sepertinya vag†na Febi tidak sesempit Desi, tidak ada kurasakan remasan dan cengkeraman otot dari vag†nanya, hanya keluar masuk dan gesekan seperti biasa, dalam hal ini vag†na Desi lebih nikmat, itulah perbedaan antara Desi dan Febi, meskipun keduanya sama sama nikmat.

Desi turun dari mukaku, kuraih buah dada montok Febi dan kuremas remas gemas penuh nafsu, kutarik Febi dalam pelukanku, kukocok dari bawah dengan cepatnya, desahannya begitu bergairah di telingaku.
"Oh.. yess.. enak banget Om truss.. Febi kaangeen.. Febi cemburuu.. Febi sayang Om.. udah lama Febi menunggu kesempatan ini" desahnya.
Aku kaget ternyata disamping cinta seorang keponakan dia juga menyimpan cinta layaknya seorang gadis pada lawan jenisnya. Kami bergulingan, kini aku di atasnya, kunikmati ekspresi kenikmatan wajah cantik keponakanku yang sedang dilanda birahi tinggi, desahannya makin keras dan liar, rasanya lebih liar dari yang kulihat tadi siang membuatku makin bernafsu mengocok lebih cepat dan lebih keras. Dengan gemas kuciumi pipi Febi, tidak dengan perasaan kasih sayang seperti biasanya tapi penuh dengan perasaan nafsu, kususuri leher jenjangnya yang putih mulus, baru sekarang kusadari betapa menggairahkan tubuh keponakanku ini. Febi menggelinjang dan menjerit ketika lidahku mencapai puncak buah dadanya, kupermainkan putingnya yang kemerahan, dengan kuluman ringan kusedot buah dadanya, itulah yang membuat dia menggelinjang hebat penuh nikmat.

Desi memelukku dari belakang, diciuminya tengkuk dan punggungku, dalam keadaan normal bercinta dengan dua wanita cantik tentulah menyenangkan tapi ini keadaan khusus dimana pertama kali aku mencumbu keponakanku tercinta, aku ingin menikmatinya secara total, keterlibatan Desi sebenarnya kurasakan mengganggu tapi aku tak bisa menyuruhnya pergi, karena dialah aku bisa menikmati tubuh sexy Febi. Tanpa menghiraukan pelukan Desi, kuangkat kedua kaki Febi kepundakku, dengan meremas kedua buah dadanya sebagai pegangan aku mengocoknya keras dan cepat. Febi menjerit keras antara sakit dan nikmat, kepala pen†sku serasa menyentuh dinding terdalam dari vag†nanya, tangannya mencengkeram erat lenganku, matanya melotot ke arahku seakan tak percaya aku melakukan ini padanya, tapi sorot matanya justru menambah tinggi nafsuku, dia kelihatan makin cantik dengan wajah yang bersemu merah terbakar nafsu, lebih menggairahkan dan menggoda, makin dia melotot makin cepat kocokanku, makin keras pula jerit dan desah kenikmatannya. Dan tak lama kemudian dia sampai pada puncak kenikmatan tertinggi.
"Truss.. Om.. Febi mau keluar ya.. truss.. fuck me harder" dia mendesis indah, dan dengan diiringi jeritan kenikmatan panjang dia menggoyang goyangkan kepalanya, cengkeraman di lenganku makin erat, tubuhnya menegang, dia telah mencapai orgasme lebih dulu, kunikmati saat saat orgasme yang dialami Febi.

Inilah pertama kali aku melihat ekspresi orgasme dari keponakanku yang cantik, begitu liar dan menggairahkan, sungguh tak kalah dengan tantenya, istriku. Tubuh Febi perlahan mulai melemah, kuturunkan kakinya dari pundakku lalu kukecup bibir dan keningnya.
"Makasih Om, ini orgasme terindah yang pernah kualami, nanti lagi ya, aku ingin merasakan Om keluar di dalam" katanya mendorong tubuhku turun dari atas tubuhnya.
Desi sudah sampingnya bersiap menerimaku, posisi menungging dengan kaki dibuka lebar, pen†sku yang masih tegang siap untuk masuk ke vag†na lainnya. Rupanya Desi tak pernah melupakan pengamannya, dia memberiku kondom sebelum pen†sku sempat menyentuh bibir vag†nanya, sementara Febi tak peduli dengan hal itu, aku tak khawatir karena memang tidak berniat memuntahkan spermaku di vag†na keponakanku. Febi memasangkan kondom di pen†sku dan kembali untuk kesekian kalinya pen†sku menguak celah sempit di antara kaki Desi, sungguh sempit, meski udah beberapa kali kumasuki tapi masih tetap saja terasa mencengkeram pada mulanya.

Berbeda dengan punya Febi yang langsung bisa "melahap" semuanya, Desi meringis sebentar saat pen†sku kudorong menguak vag†nanya, cukup lama sebelum akhirnya aku bisa mengocoknya dengan normal, sesekali hentakan keras menghunjam membuatnya teriak entah sakit atau enak. Kupegangi pantatnya yang padat berisi, kocokanku makin cepat, desahan Desi begitu juga makin keras terdengar, kuraih buah dadanya yang menggantung dan kuremas sambil tetap mengocoknya. Terus terang setelah merasakan nikmatnya bercinta dengan keponakanku, terasa Desi begitu hambar, padahal saat pertama tadi dia begitu menggairahkan, kini aku hanya berusaha untuk memuaskan dia sebagai balas jasa dan secepat mungkin mencapai orgasme dengannya supaya berikutnya aku bisa lebih "all out" dengan Febi.

Kocokan kerasku membawa Desi lebih cepat ke puncak kenikmatan, tangan Desi dan Febi saling meremas, teriakan orgasme Desi mengagetkanku, apalagi diiringi dengan denyutan dan remasan kuat dari vag†nanya, pen†sku seperti diremas remas, sungguh nikmat yang tak bisa kudapat dari Febi, akhirnya akupun harus takluk pada kenikmatan cengkeraman vag†na Desi, menyemprotlah spermaku di dalam vag†nanya. Kembali dia menjerit merasakan denyut kenikmatan pen†sku, kami saling memberi denyutan nikmat, lebih nikmat dari yang kudapat tadi. Tubuhku langsung ambruk di atas punggun Desi, kami bertiga telentang dalam kenangan dan kenikmatan indah. Aku telentang di antara dua gadis cantik yang menggairahkan, Desi melepas kondom, sungguh tak menyangka kalau aku akhirnya bercinta dengan keponakanku sendiri yang sangat sexy dan menggairahkan. Diusianya yang belum 23 tahun dia terlalu pintar bermain sex apalagi permainan oralnya, sungguh sukar dipercaya kalau dia mampu melakukannya dengan sangat baik.

Setelah kudesak akhirnya dia mengakui bahwa dia sudah sering melakukannya sejak setahun yang lalu. Pertama kali yang menikmati keperawanannya adalah P. Freddy, dosennya sendiri, seorang duda berumur hampir 50 tahun, orangnya jauh dari simpatik, justru lebih mendekati sadis, karena wajahnya tipikal orang maluku yang keras. Untuk mendapatkan nilai lulus dari dia akhirnya Febi harus menyerahkan keperawanannya, kalau tidak dia tidak akan bisa melewati tahap persiapan yang berakibat Drop Out. Dengan perasaan jijik Febi menyerahkan kehangatan dan kesuciannya pada si tua bangka, seminggu sekali dia terpaksa harus melayani nafsu bejat si dosen, setelah berjalan dua bulan dan merasakan nikmatnya bercinta akhirnya keterpaksaan itu berubah menjadi ketergantungan, bukan lagi P. Fredy yang memaksa tapi terkadang justru Febi yang minta karena dia tidak mungkin melakukannya dengan orang lain. Hingga akhirnya dia menemukan teman kuliah pujaan hati, tapi begitu sampai ke urusan sex ternyata Febi masih tidak bisa melupakan keperkasaan P. Fredy, jadi dia tetap melakukannya dengan si dosen untuk mendapatkan kepuasan, pacarnya tidak pernah memperlakukan Febi seperti yang dilakukan P. Fredy, perlakuannya begitu sabar dan kebapakan dan dia selalu memenuhi apa yang Febi inginkan, tak pernah memaksa dan selalu sopan di ranjang, begitu romantis hingga Febi makin terhanyut dalam pesona si dosen, dari keterpaksaan menjadi ketergantungan. Semua berakhir setelah P. Fredy mendapat Profesor dan promosi dipindah tugas ke Ujung Pandang. Untuk memenuhi ketergantungannya Febi sering melakukannya dengan pacarnya, tapi sosok permainan sex seperti P. Fredy tak pernah dia dapatkan dari sang pacar. Entah sudah berapa kali dia ganti pacar, tak pernah lebih dari 3 bulan mereka pacaran, selalu diawali dan diakhiri di ranjang.

Cerita Febi sungguh mengagetkanku, rupanya selama ini aku dan istriku terlalu memandang enteng masalah yang dihadapi Febi, tak pernah memberi solusi yang kondusif, kini baru kusadari hal itu. Istriku pernah cerita kalau Febi ingin mendapatkan suami seperti Om-nya, aku, sabar penuh pengertian dan kebapakan, hal yang tidak pernah dia terima dari ayah kandungnya. Diam diam dia mengagumiku, aku tak menyangka kalau kekagumannya ternyata lebih jauh dari sekedar seorang Om.
"Om Febi cemburu sekali ketika melihat Om sama Mbak Lily bercinta, begitu penuh perasaan dan gairah" katanya sambil kepalanya disandarkan di dadaku.
"Oh ya? kapan dan dimana" tanyaku kaget
"Di rumah, ketika direnovasi, hampir tiap kali aku mendengar desahan dari Mbak Lily aku naik dan mengintip dari celah celah bangunan yang belum selesai itu, setelah itu aku tak bisa tidur sampai pagi, sejak itu aku bertekad untuk bisa merasakan nikmat seperti itu dari Om, bahkan aku ingin lebih dari itu" katanya.
Berarti sejak dia kelas 3 SMA dia sudah melihat kami berhubungan.

Mendengar penuturan Febi gairahku kembali naik, pen†sku menegang dalam genggaman Febi, Desi tertidur di samping kami, mungkin kelelahan setelah mendapat 2 kali orgasme berurutan dariku.
"Di sofa yuk Om, Febi udah lama nggak bermain di sofa sejak terakhir kali dengan P. Fredy" ajaknya seraya bangun dan menarikku.
Febi langsung duduk di sofa dan membuka kakinya, aku tak mau langsung melakukannya, kucium bibirnya lalu turun ke leher dan berhenti di kedua bukitnya, dengan gemas kuciumi bukit di dadanya, kombinasi jilatan dan kuluman membuat dia mendesah.
Sengaja kutinggalkan beberapa bekas kemerahan di buah dadanya supaya dia berhenti melakukan dengan pacarnya untuk beberapa hari. Dia cemberut ketika tahu ada kemerahan di dadanya tapi justru kecemberutannya makin menambah kecantikan wajahnya. Bibirku menyusuri perutnya lalu berhenti di selangkangannya, terasa asin ketika lidahku menyentuh vag†nanya, mungkin cairan ketika dia orgasme tadi. Tangannya meremas rambutku ketika lidahku menari nari di bibir vag†nanya, kakinya menjepit kepalaku, aku makin bergairah mempermainkan vag†nanya dengan bibirku.

"Udah.. udah.. Om.. sekarang.. Febi udah nggak tahan nih" desahnya menarik rambutku.
Aku berdiri, kusodorkan pen†sku ke mulutnya, dia menggenggam dan mengocoknya, memandang ke arahku sejenak sebelum menjilati dan memasukkan pen†sku ke mulutnya. Tanpa kesulitan, segera pen†sku meluncur keluar masuk mulut mungil keponakanku yang cantik, kembali kurasakan begitu pintar dia memainkan lidahnya. Antara jilatan, kuluman dan kocokan membuatku mulai melayang tinggi. Puas dengan permainan oral-nya, aku lalu jongkok di depannya, dia menyapukan pen†sku ke vag†nanya, dia menatapku dengan pandangan penuh gairah, aku jadi agak malu memandangnya, namun nafsu lebih berkuasa, dengan sekali dorong melesaklah pen†sku kembali ke vag†nanya, dia masih tetap menatapku ketika aku mulai mengocoknya. Kakinya menjepit pinggangku, kutarik dia dalam pelukanku, kudekap erat hingga kami menyatu dalam suatu ikatan kenikmatan birahi, saling cium, saling lumat.

Febi mendesah liar seperti sebelumnya, kurebahkan dia di sofa lalu kutindih, satu kaki menggantung dan kaki satunya dipundakku. Aku tak pernah bosan menikmati ekspresi wajah innocent yang memerah penuh birahi, makin menggemaskan. Buah dadanya bergoyang keras ketika aku mengocoknya, dia memegangi dan meremasnya sendiri. Kuputar tubuhnya untuk posisi doggie, dia tersenyum, tanpa membuang waktu kulesakkan pen†sku dari belakang, dia menjerit dan mendorong tubuhku menjauh, kuhentikan gerakanku sejenak lalu mengocoknya perlahan, tak ada penolakan. Kupegang pantatnya yang padat berisi, Febi melawan gerakan kocokanku, kami saling mengocok, dia begitu mahir mempermainkan lawan bercintanya.

Aku bisa melihat pen†sku keluar masuk vag†na keponakanku, kupermainkan jari tanganku di lubang anusnya, dia menggeliat ke-gelian sambil menoleh ke arahku. Kuraih buah dadanya yang menggantung dan bergoyang indah, kuremas dengan gemas dan kupermainkan putingnya. Aku sepertinya benar benar menikmati tubuh indah keponakanku dengan berbagai caraku sendiri, ada rasa dendam tersendiri di hatiku, kalau orang lain telah menikmatinya, aku sebagai orang yang membesarkannya tentu ingin menikmatinya lebih dari lainnya, tak ada yang lebih berhak dari aku. Kuraih tangannya dan kutarik kebelakang, dengan tangannya tertahan tanganku, tubuh Febi menggantung, aku lebih bebas melesakkan pen†sku sedalam mungkin. Desah kenikmatan Febi mekin keras memenuhi kamar ini. Kudekap tubuhnya dari belakang, kuremas kembali buah dadanya, pen†sku masih menancap di vag†nanya, kuciumi telinga dan tengkuknya, geliat nikmat Febi makin liar.
"Aduh oom.. enak banget Omm, Febi sukaa, trus Om"

Kulepaskan tubuh Febi, kambali kami bercinta dengan doggie style, tak terasa lebih setengah jam kami bercinta, belum ada tanda tanda orgasme diantara kami. Kami berganti posisi, Febi sudah di pangkuanku, tubuhnya turun naik mengocokku, buah dadanya berayun ayun di mukaku, segera kukulum dan kusedot dengan penuh gairah hingga kepalaku terbenam diantara kedua bukitnya. Gerakan Febi berubah menjadi goyangan pinggul, berputar menari hula hop di pangkuanku, berulang kali dia menciumiku dengan gemas, sungguh tak pernah terbayangkan kalau akhirnya aku bisa saling mengulum dengannya. Tak lama kemudian, tiba tiba Febi menghentikan gerakannya, dia juga memintaku untuk diam.
"Sebentar Om, Febi nggak mau keluar sekarang, masih banyak yang kuharapkan dari Om" katanya sambil lebih membenamkan kepalaku di antara kedua bukitnya, aku hampir tak bisa napas.
"Kamu turun dulu" pintaku
"Tapi Om, Febi kan belum" protesnya
"Udahlah percaya Om" potongku

Kutuntun dan kuputar tubuhnya menghadap dinding, kubungkukkan sedikit lalu kusapukan pen†sku ke vag†nanya dari belakang, Febi mengerti maksudku, kakinya dibuka lebih lebar, mempermudah aku melesakkan pen†sku. Tubuhnya makin condong ke depan, desah kenikmatan mengiringi masuknya pen†sku mengisi vag†nanya.
"ss.. aduuh Om, enak Om.. belum pernah aku.. aauu" desahnya sambil membalas gerakanku dengan goyangan pinggulnya yang montok.

Kami saling bergoyang pinggul, saling memberi kenikmatan sementara tanganku menggerayangi dan meremas buah dadanya. Nikmat sekali goyangan Febi, lebih nikmat dari sebelumnya, berulang kali dia menoleh memandangku dengan sorot mata penuh kepuasan, mungkin dia belum pernah melakukan dengan posisi seperti ini. Tubuhnya makin lama makin membungkuk hingga tangannya sudah tertumpu meja sebelah. Kudorong sekalian hingga dia telungkup di atasnya, aku tetap masih mengocoknya dari belakang, dia menaikkan satu kakinya di pinggiran meja, pen†sku melesak makin dalam, kocokanku makin keras, sekeras desah kenikmatannya. Kubalikkan tubuhnya, dia telentang di atas meja, kunaikkan satu kakinya di pundakku, kukocok dengan cepat dan sedalam mungkin.

"ss.. eegghh.. udaahh oom, Febi nggaak kuaat, mau keluar niih" desahnya
"Sama Om juga"
"Kita sama sama, keluarin di dalam saja, aman kok, Febi pake pil, jangan ku.. aa.. sshhiit" belum sempat dia menyelesaikan kalimatnya ternyata sudah orgasme duluan, aku makin cepat mengocoknya, tak kuhiraukan teriakan orgasme Febi, makin keras teriakannya makin membuatku bernafsu. Semenit kemudian aku menyusulnya ke puncak kenikmatan, kembali dia teriak keras ketika pen†sku berdenyut menyemprotkan sperma di vag†nanya. Aku telah membasahi vag†na dan rahim keponakanku dengan spermaku, dia menahanku ketika kucoba menarik keluar.
"Tunggu, biarkan keluar sendiri" cegahnya, maka kutelungkupkan tubuhku di atas tubuhnya, kucium kening dan pipinya sebelum akhirnya kucium bibirnya.
"Makasih Om, permainan yang indah, the best deh pokoknya" bisiknya menatapku tajam.
Kuhindari tatapannya, tak sanggup aku melawan tatapan tajam keponakanku itu.

Jarum jam masih menunjukkan pukul 17:30, entah sudah berapa lama aku melayani kedua gadis ini, gelapnya malam mulai menyelimuti Kota Semarang, para pedagang kaki lima di simpang lima sudah mulai menata dagangannya. Aku sempat tertidur sejenak diantara kedua gadis itu sebelum mereka membangunkanku untuk makan malam, jam 19:30. Kami memutuskan untuk makan di luar sambil shoping di Mall sebelah hotel. Ternyata mereka lebih senang shopping lebih dulu dari pada makan malam, padahal aku sudah lapar akibat bekerja terlalu keras, terpaksa aku memenuhi keinginan kedua gadis itu. Diluar dugaanku justru mereka memilih untuk belanja parfum, lingerie dan pakaian dalam, aku ikutan memilihkan untuk mereka, tentu saja yang kuanggap sexy, tak jarang aku diminta memberikan penilaian ketika mereka mencoba bra di ruang ganti, tentu dengan senang hati aku memenuhinya. Tak lupa kami membeli beberapa VCD porno di pinggiran jalan.

Kami kembali ke hotel hampir pukul 22:00, kuminta mereka memakai apa yang baru mereka beli, sungguh sexy dan menggairahkan kedua bidadari itu mengenakan pakaian dalam yang serba mini pilihanku, hampir semuanya dicoba, tapi aku sudah tak tahan lagi melihat penampilan mereka. Saat mereka berganti lagi untuk ketiga kalinya, aku sudah tak sanggup menahan lebih lama lagi, terutama melihat tubuh sexy Febi, kutarik mereka ke ranjang dan kucumbui mereka bersamaan, kami saling bergulingan seperti anak kecil sedang bermain main. Mereka berebutan melepas pakaian dan celanaku, bahkan suit untuk menentukan siapa yang melepas celana dalamku. Bersama sama mereka mulai menjilati dan mengulum pen†sku, kedua lidah gadis itu secara bersamaan menyusuri pen†s dan kantong bola dengan gerakan berbeda, aku segera melayang tinggi didampingi kedua bidadari ini.

"Om percaya nggak, Desi itu udah lama lho kagum sama Om, jadi ini sudah menjadi fantasinya" kata Febi disela kulumannya.
"Ih kamu buka rahasia deh" Desi yang sedang menjilati pahaku mencubih Febi, mereka berdua tertawa sambil terus menjilatiku.
Kedua tanganku meremas remas dua buah dada yang berbeda, baik kekenyalan maupun besarnya, punya Febi lebih besar tapi Desi lebih kenyal dan padat. Febi lebih cepat mengambil inisiatif, kakinya dilangkahkan ke tubuhku hingga posisi 69, Desi yang kalah cepat bergeser di antara kakiku, sambil menjilati Febi aku masih bisa merasakan kuluman dari dua mulut yang berbeda. Ketika Febi menegakkan tubuhnya melepaskan kulumannya pada pen†sku, Desi segera mengambil posisi untuk memasukkan pen†sku ke vag†nanya, rupanya takut keduluan Febi dia tak mempedulikan lagi kondomnya seperti sebelumnya, kurasakan vag†nanya yang rapat mencengkeram erat pen†sku, apalagi tanpa kondom, kurasakan makin kuat mencengkeram, hingga semua tertanam dia tak berani bergerak.

"Om kalo keluar bilang ya" rupanya dia masih sedikit sadar
Perlahan tubuhnya turun naik dan mulai menggoyangkan pinggul, pen†sku terasa diremas dengan hebat, gerakannya makin cepat dan tidak beraturan. Tak lebih lima menit dia turun dari tubuhku.
"Feb, giliranmu, aku nggak udah tahan, bisa keluar duluan aku nanti, habis enak banget sih" katanya.
Mereka bertukar posisi, sepeti sebelumnya pen†sku langsung masuk ke vag†na Febi tanpa hambatan yang berarti, berbeda dengan Desi yang mendiamkan sesaat sebelum mengocok, tubuh Febi langsung turun naik dengan cepatnya, pinggangnya berputar putar sambil tangannya mengelus kantong bola. Aku tak bisa melihat ekspresi wajah Febi karena mukaku tertutup pantat Desi yang tepat berada di atasku dengan vag†na terbuka lebar. Jerit dan desahan kedua gadis di atasku saling bersahutan merasakan kenikmatan yang berbeda.


Tak lama kemudian Febi turun, Desi mengikutinya, kedua gadis itu lalu telentang bersebelahan dan membuka kakinya lebar lebar seakan mempersilahkan aku untuk memilihnya, aku bingung, kutatap mata keduanya, sama sama memberikan pandangan yang menggairahkan. Aku yakin Desi tidak bisa bertahan lama, maka kupilih Desi duluan supaya aku bisa menikmati Febi lebih lama dan memuntahkan spermaku ke vag†na keponakanku itu.
"Om janji ya kalo keluar di luar saja" katanya ketika aku mendekatinya.
"Kalo aku nggak mau" godaku
"Pleese" Desi memelas
Tanpa menjawab lagi kusapukan pen†sku ke vag†nanya dan mendorongnya masuk perlahan lahan.
"Pelan pelan Om, ini pertama kali aku nggak pake kondom" katanya pelan ketika pen†sku mulai menerobos liang kenikmatannya.

Bersambung..
Febi kepona.. (Part 3) 

1 komentar:

Unknown mengatakan...

http://mybloggeroperaqq.blogspot.com/2018/01/pulau-ini-berganti-negara-setiap-6.html

♥ ♠ ♦ ♣ OPERAQQ. INFO ♥ ♠ ♦ ♣
Kami Hadirkan Permainan Baru 100% FAIR PLAY Dari OperaQQ. org :) 1 ID Untuk 7 Games :
- Domino99
- BandarQ
- Poker
- AduQ
- Capsa Susun
- Bandar Poker
- Sakong Online
Nikmati Bonus-Bonus Menarik Yang Bisa Anda Dapatkan Di Situs Kami OperaQQ . info Situs Resmi, Aman Dan Terpercaya ^^ Keunggulan OperaQQ. info :
- Tingkat Persentase Kemenangan Yang Besar
- Kartu Anda Akan Lebih Bagus
- Bonus TurnOver Atau Cashback 0.3% Di Bagikan Setiap 5 Hari
- Bonus Referral Dan Extra Refferal Seumur Hidup
- Minimal Deposit & Withdraw Hanya 20.000,-
- Tidak Ada Batas Untuk Melakukan Withdraw/Penarikan Dana
- Pelayanan Yang Ramah Dan Memuaskan
- Dengan Server Poker-V Yang Besar Beserta Ribuan pemain Di Seluruh Indonesia,
- Operaqq. info Pasti Selalu Ramai Selama 24 Jam Setiap Harinya.
- Permainan Menyenangkan Dengan Dilayani Oleh CS cantik, Sopan, Dan Ramah.
Fasilitas BANK yang di sediakan :
- BCA
- Mandiri
- BNI
- BRI
- Danamon
Tunggu Apa Lagi Guyss..
Let's Join With Us At Operaqq. info ^^
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami :
- BBM : BDB43A66
- WHATSAPP :+855 964 93 0279
- LINE : operaqq
Link Alternatif :
- www.opera99. com
- www.operaqq. info
- www.operaqq. org
NB : untuk login android / iphone tidak menggunakan www lagi boss ^_^

Posting Komentar